Senin, 28 Januari 2013

memegang wanita batal atau tidak wudhunya


Apakah batal wudhu karena memegang wanita?

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum memegang wanita apakah membatalkan wudlu atau tidak, dan yang rajih adalah pendapat yang mengatakan bahwa memegang wanita tidak membatalkan wudlu secara mutlak, berdasarkan beberapa dalil diantaranya:
Hadits 'Aisyah radliyallahu 'anha :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبَّلَ بَعْضَ نِسَائِهِ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ وَلَمْ يَتَوَضَّأْ
"Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mencium sebagian istrinya kemudian keluar menuju shalat tanpa berwudlu lagi". (HR At Tirmidzi dan lainnya).

Dikeluarkan oleh At Tirmidzi dan ibnu Majah dari jalan Wakie' dari Al A'masy dari Habib bin Abi Tsabit dari 'Urwah dari Aisyah. Qultu: "Sanad Ini lemah karena Habib bin Abi Tsabit ini mudallis dan telah meriwayatkan dengan lafadz 'an, selain itu ia diperselisihkan pendengarannya dari 'Urwah. Namun Habib dimutaba'ah oleh Hisyam bin 'Urwah dari 'Urwah dari Aisyah dengan lafadz: "Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mencium sebagian istrinya dalam keadaan beliau berpuasa". Dikeluarkan oleh Ishaq bin Rahawaih dalam musnadnya dan ini adalah sanad yang shahih, dan ini tidak bertentangan dengan lafadz Habib bin Abi Tsabit karena diriwayatkan dari jalan Ali bin Abdul 'Aziz haddatsana 'Ashim bin Ali haddatsana Abu Uwais haddatsani Hisyam bin 'Urwah dari ayahnya dari Aisyah bahwa sampai kepadanya perkataan ibnu Umar wajibnya berwudlu karena mencium istri, Aisyah berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mencium dalam keadaan puasa kemudian tidak berwudlu lagi". Dikeluarkan oleh Ad Daraquthni dalam sunannya 1/136, Qultu: "Sanad ini hasan, Ali bin Abdul 'Aziz adalah Al Baghawi tsiqah, dan 'Ashim bin Ali dikatakan oleh Al Hafidz: "Shaduq". Sedangkan Abu Uwais namanya Abdullah bin Abdullah bin Uwais Al Ashbahi ia perawi yang shaduq yahim, para ulama mengkritiknya karena hafalannya yang buruk dan suka menyalahi para perawi lain sebagaimana yang dikatakan oleh ibnu Abdil Barr, namun disini ia tidak menyalahi. Maka hadits ini menjadi shahih dengannya. Wallahu a'lam.
Dan hadits ini mempunyai jalan lain yaitu dari jalan 'Atha dari Aisyah dikeluarkan oleh Al Bazzar dalam musnadnya: Haddatsana Isma'il bin Ya'qub bin Subaih haddatsana Muhammad bin Musa bin A'yan haddatsana ayahku dari Abdul Karim Al jazari dari 'Atha dari Aisyah. Qultu: "Sanad ini shahih semua perawinya tsiqah". Dan Ad Daraquthni 1/137 meriwayatkannya dari jalan Al Walid bin Shalih dari Ubaidullah bin Amru dari Abdul Karim dan ini adalah sanad yang shahih.
Hadits ini menunjukkan dengan jelas bahwa memegang wanita tidak membatalkan wudlu, karena dalam hadits ini disebutkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mencium sebagian istrinya yaitu Aisyah kemudian shalat tanpa berwudlu lagi, kalaulah membatalkan tentu beliau berwudlu kembali.
Hadits Aisyah radliyallah 'anha ia berkata:
فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً مِنْ الْفِرَاشِ فَالْتَمَسْتُهُ فَوَقَعَتْ يَدِي عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ وَهُمَا مَنْصُوبَتَانِ وَهُوَ يَقُولُ اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ...
"Suatu malam aku kehilangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dari ranjang, akupun mencarinya maka tanganku memegang perut kedua kakinya yang bediri sedangkan beliau di dalam masjid, beliau sedang berdo'a: "Allahumma A'udzu biridlaka min sakhathika… (HR Muslim).
Kalaulah memegang wanita itu membatalkan wudlu secara mutlak tentu beliau membatalkan shalatnya.
Hadits Aisyah juga, ia berkata:
إِنْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيُصَلِّي وَإِنِّي لَمُعْتَرِضَةٌ بَيْنَ يَدَيْهِ اعْتِرَاضَ الْجَنَازَةِ حَتَّى إِذَا أَرَادَ أَنْ يُوتِرَ مَسَّنِي بِرِجْلِهِ
"Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat sementara aku melintang di hadapannya seperti melintangnya janazah sehingga apabila beliau ingin shalat witir beliau menyentuhku dengan kakinya". (HR Ahmad dan An Nasai).
Adapun dalil madzhab yang berpendapat batalnya wudlu karena memegang wanita adalah qira'at أو لمستم النساء "Atau engkau memegang wanita". Ibnu Mas'ud dan ibnu Umar menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan "lamastum" adalah memegang selain jima', akan tetapi penafsiran mereka diselisihi oleh ibnu 'Abbas yang menafsirkan bahwa makna "Lamastum" artinya jima, beliau berkata: "Ia adalah jima' akan tetapi Allah memberi kiasan apa yang Dia kehendaki dengan apa yang Dia kehendaki".
Dan penafsiran ibnu Abbas ini yang rajih karena di dukung oleh hadits-hadits di atas, dan juga di dukung oleh redaksi ayat tersebut. Karena apabila kita perhatikan firman Allah ta'ala: "Wahai orang-orang yang beriman apabila kamu hendak shalat maka cucilah…dst adalah thaharah dengan air untuk hadats kecil, kemudian firman-Nya: "Dan jika kamu junub maka mandilah". Ini adalah thaharah dengan air untuk hadats besar.
Dan firman-Nya: "Dan Jika kamu sakit atau berpergian jauh atau buang air atau lamastum wanita maka bertayammumlah". Artinya bertayammumlah untuk dua hadats tersebut, sehingga tampak kepada kita bahwa firman Allah: " atau buang air". Menjelaskan hadats kecil dan firman-Nya: " atau lamastum wanita". Menjelaskan hadats besar.
Dan hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Bani rahimahullah dalam shahih sunan Abi Dawud no 172.
no 672 tahqiq Abdul Ghafur Al Balusyi.
Dari jalan Laits dari Yazid bin Al Haad dari Abdurrahman bin Al Qasim dari Al Qasim bin Muhammad dari Aisyah. Qultu: "Sanad ini shahih sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim".






Kamis, 17 Januari 2013

peribahasa arab


Peribahasa merupakan gambaran dari nilai-nilai kebudayaan, yang bisa kita temui kemiripan makna, meskipun dengan ungkapan yang berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan oleh faktor kebudayaan. Hal ini merupakan bukti dari teori relativitas bahasa, bahwa makna sebuah kata terikat oleh lingkungan kultural dan ekologis pemakai bahasa tertentu. Berikut ini, adalah beberapa amtsâl (peribahasa Arab) yang memiliki kesamaan makna dengan peribahasa Indonesia:
            قبل الرماء تملأ الكنائن
(sebelum memanah, isi dulu tempat anak panah).
      Hal ini sama dengan ungkapan bahasa Indonesia yang berbunyi: "Sedia payung sebelum hujan". Meskipun terdapat perbedaan lafadz dan kata-kata dalam kedua peribahasa tersebut, namun, keduanya mengandung persamaan maksud, yaitu: "siapkan segala sesuatu sebelum beraktivitas". Orang Arab menggunakan kata tempat anak panah dan memanah, karena dipengaruhi oleh budaya mereka yang memiliki tradisi berperang pada zaman dahulu dengan menggunakan alat tersebut. Sedangkan dalam bahasa Indonesia digunakan kata hukan dan payung. Karena di Indonesia sering hujan.
إذا دخلت قرية فاحلف بإلاهها
(jika kamu memasuki suatu kampung, maka bersumpahlah atas nama Tuhannya)
Maksud dari amtsâl tersebut adalah Sebagian manusia lebih mengutamakan mencari muka pada orang lain dan menyetujui apa yang mereka perbuat meskipun mereka tidak yakin akan kebenarannya, karena mereka mengetahui bahwa menentang adat tersebut akan membinasakan dan menyusahkan diri mereka sendiri. Dengan kata lain, seseorang hendaknya menyetujui dan mengikuti (adat yang berlaku) selama ia belum mampu mengubah hal-hal yang tidak ia setujui.
Masal tersebut memiliki persamaan dengan peribahasa Indonesia yang memiliki kandungan makna yang sama, meskipun diucapkan dengan lafaz yang berbeda yaitu: Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Dan Hidup di kandung adat, mati di kandung tanah, yaitu segala sesuatu harus kita kerjakan sesuai dengan adat istiadat yang berlaku.
لكل صارم نبوة ولكل جواد كبوة ولكل عالم هفوة
(tiap pedang yang tajam bisa meleset, tiap kuda bisa tergelincir dan tiap yang berilmu bisa salah)
Masal ini mengandung makna bahwa sepintar-pintarnya seseorang ia pasti pernah melakukan kesalahan atau kekhilafan. Dalam bahasa Indonesia terdapat salah satu peribahasa yang memiliki persamaan makna dengan masal ini yaitu sepandai-pandai tupai melompat, jatuh juga". Dengan demikian masal tersebut dilontarkan pada seseorang yang mengalami keadaan seperti ini.
ترى الفتيان كالنخل وما يدريك ما الدخل
(Engkau melihat para pemuda seperti pohon kurma, dan apakah yang engkau ketahui di dalamnya?)
peribahasa ini diucapkan ketika kita tertipu oleh penglihatan dan pandangan yang menipu, karena di sekitar kita akan kita temukan pemandangan yang mengelabui dan hanya sebagai fatamorgana. Dan peribahasa Indonesia yang memiliki makna yang sama adalah: "Dalam laut boleh diduga, dalam hati siapa yang tahu"
إنه لأشبه به من التمرة بالتمرة
(Sesungguhnya ia benar-benar lebih menyerupainya dari pada buah kurma serupa dengan buah kurma)
Peribahasa ini menyerupakan dua hal atau benda yang sangat serupa atau mirip. Adapun dalam bahasa Indonesia kita mengenal sebuah peribahasa yang memiliki persamaan makna dengan masal tersebut yaitu "bagaikan pinang di belah dua"
غيري يأكل الدجاج وأنا أقح في السياج
maksud dari amtsâl tersebut adalah berusaha sekuat tenaga, namun orang lain yang menikmati hasilnya. Hal ini sesuai dengan peribahasa Indonesia, "Mengairi sawah orang lain".
بلغ الحزام الطبيين
Makna peribahasa tersebut adalah kesusahan seseorang yang sudah mencapai puncaknya. Peribahasa Indonesia "bagai makan kerawat atau tali".
التمرة والجمرة
Peribahasa tersebut berarti "Kurma dan bara api". Maksud dari peribahasa Arab tersebut adalah memilih menuntaskan persoalaan dengan cara perdamaian . Dan makna ini sesuai dengan peribahasa Indonesia yang berbunyi "Habis beralur maka beralu-alu"
ثاطة مدت بماء
Arti peribahasa tersebut adalah Lumpur bacin dibantu air. Dan maknanya adalah kejahatan diberi jalan oleh kejahatan. Dan makna tersebut sesuai dengan makna peribahasa Indonesia yang berbunyi "Adakah Buaya menolak bangkai"
الجحش لما فاتك الأعيار
Artinya anak keledai saja kalau sudah kehilangan keledai. Maknanya sama dengan peribahasa Indonesia yang berbunyi "Tak ada Rotan akarpun jadi"makna keduanya adalah mencari pengganti dari sesuatu yang tidak ada.
إن الحديد بالحديد يفلح
Artinya besi hanya dapat diputus dengan besi pula. Maknanya melawan orang harus sebanding kekuatannya. Maknya sama dengan peribahasa Indonesia yang berbunyi "Anjing Galak, Babi berani"
من حفر حفرة وقع فيها
Maknanya adalah perbuatan jahat pasti akan mengenai dirinya sendiri. Dan makna terebut sesuai dengan peribahasa Indonesia yang berbunyi "Senjata makan tuan"
الخروف يتقلب على الصوف
Maknanya adalah orang yang serba kecukupan, maknanya sesuai dengan peribahasa Indonesia yaitu "Tampuk Masih bergetah"
هل يرتجي مطر بغير سحاب
Maknanya adalah seseorang yang sangat sulit diharapkan bantuannya. Dan makna ini terdapat dalam peribahasa Indonesia yang berbunyi "Menengadah ke Langit hijau"
من الشوكة تخرج الوردة
Maknanya adalah kebahagiaan yang tidak akan mudah didapatkan karena harus melewati usaha-usaha sulit dan menyusahkan. Sesuai dengan peribahasa Indonesia yang berbunyi "Bersakit-sakit dahulu, berenang-renang kemudian"
http://fatwa.multiply.com/journal/item/27?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem